Teguh Budiharso
F.
de Saussure sejajar
dengan Sigmund Freud dan Emile Durkheim, pelopor psikologi dan
sosiologi modern. Hasil pemikiranya di bidang
linguistik telah “menjungkir balikkan” kebenaran paradigma lama yang didasarkan
pada konsep Newton dan Darwin. Pemikiran Saussure dikembangkan
oleh ahli lain seperti Chomsky dan Bloomfield, walaupun tidak banyak
yang secara kritis mengkaji bahwa bermula dari pikiran Saussure-lah, paradigma
linguistik modern dikembangkan. Tulisan ini mencoba mengkaji komentar para ahli
mengenai pandangan Saussure dari
tiga sisi: riwayat hidup, pandangan Saussure dan komentar terhadap teori
Saussure.
RIWAYAT HIDUP
Mongin-Ferdinan de Saussure
lahir di Genewa pada 26 November 1857 dari keluarga protestan Perancis
(Huguneot). Usia 15 tahun menulis essay ”Essay sur les languages” dan
pada 1874 mulai belajar bahasa Sansakerta. Mula-mula ia belajar fisika dan kimia di Universitas Jenewa, kemudian belajar
bahasa di Leipzig pada 1876-1878 dan di Berlin pada 1878-1879 dari tokoh besar
linguistik Brugmann dan Hubchmann. Ketekunan belajar linguistik dari
ahli bahasa sebelumnya ini, dikatakan Kridalaksana (1988:2) sebagai awal yang
cemerlang untuk mengembangkan teorinya. Misalnya, pandangan Saussure
nampak jelas terpengaruh oleh karya linguis Amerika, William Dwight Whitney
(1875) yang berjudul “The Life And Growth of Language: An Outline Of
Linguistic Science”. Usia 21 (1878) ia menerbitkan artikel berjudul
”catatan tentang sistem vokal purba dalam bahasa Indo-Eropa”. Dua tahun kemudian (1880) memperoleh gelar
doctor dari Universitas Leipzig dengan disertasi berjudul ”De I’emploi Du
Gentif Absole En Sanserit”. Usia 24, ia mengajar di Paris untuk mata kuliah
bahasa Sansakerta, Gotik, dan Jerman Tinggi Kuno. Pada 1891, ia pindah ke
Jenewa dan mengajar bahasa Sansakerta, linguistik historis kompratif, dan
linguistik umum sampai meninggal pada 22 Februari 1913. Konsep-konsep yang
diajarkan mencakup (1) perbedaan antara languge dan parole, (2) penyelidikin asosiatif
dan sintagmatik, dan (3) hakikat isi dan bentuk. Saussure sendiri tidak pernah
menulis buku. Tiga seri kuliahnya dikumpulkan oleh mahasiswa kemudian
diterbitkan pada tahun 1916 dengan judul “general course in linguistics”
PANDANGAN SAUSSURE
Teori Saussure dilihat
dari perkembangan linguistik terbukti merupakan paradigma yang berhasil
menjungkirbalikkan paradigma sebelumnya. Pertanyaan ontologis mengenai “apa
sebenarnya hakekat bahasa?” tidak bisa dijawab oleh paradigma lama. Saussure
menjawab pertanyaan tersebut dengan menunjukkan bahasa sebagai fakta sosial. Saussure
mambagi bahasa dalam dikotomi: dyacronic vs synchronic, langue vs parole,
form vs substance, signifier vs signified, paradigmatic vs syntacmatic. Konsep ini secara umum menjelaskan bahwa studi bahasa tidaklah
berfokus pada sejarah perbandingan bahasa semata, tetapi juga bentuk-bentuk
bahasa yang digunakan pada saat tertentu. Bahasa diproses dalam pikiran dalam
bentuk konsep sehingga merupakan linguistic competence dan diutarakan
dalam bentuk ujaran. Karena itu, bahasa terdiri dari aturan-aturan bahasa yang
membentuk ide dan isi dari ide yang akan disampaikan. Dalam hal ini, bentuk
merupakan hal yang lebih penting dibandingkan isi. Selanjutnya, dalam kenyataan
sosial, bahasa disampaikan dalam bentuk lambang yang akan ditangkap oleh
penerima bahasa sesuai dengan kemampuan linguistiknya. Jika bahasa tersebut
dianalisis formnya, akan terjadi hubungan substitusi antara kata satu dengan
kata yang lain, dan berdasarkan bagaimana kata itu digunakan terhadap
masyarakat penggunanya.
Dalam paradigma
sebelumnya, kajian terhadap bahasa didasarkan pada paradigma hukum fisika
mekanistis dari Newton dan hukum biologi Darwin the origin of species.
Karena itu, pikiran-pikiran Saussure ini terbukti merupakan paradigma baru
bidang linguistik yang telah menjungkirbalikkan paradigma yang sebelumnya
diakui kebenarannya. Wahab (1995), Culler (1974), dan Kridalaksana (1979) telah
membuktikan bahwa paradigma linguistik sebelum abad 19 memang belum terbentuk.
Saat itu, kajian bahasa ditekankan pada kajian bentuk-bentuk gramatika seperti
nampak pada zaman Yunani kuno (500 SM). Studi-studi pada zaman ini dikemukakan
oleh Wahab (1990:2-10) mencakup di antaranya Herodotus (dialek Yunani), Plato
(anoma dan rhema), Plato perkembangan anoma dan rhema, konjugasi, artikel,
tense), Zeno (300 SM), dan Dionusyus Thrax (gramatika tradisional). Seterusnya
pada zaman pertengahan (13M), muncul kaum modistai melahirkan konsep modus, mode
dan mood. Barulah setelah Jones mengkaji famili bahasa Yunani, Latin, dan Sansakerta
dalam Maharadharmasasra, ide mengenai famili bahasa dikembangkan oleh para
sarjana pada abad 19. Dengan demikian sejak zaman yunani kuno hingga abad 19,
belum ada paradigma linguistik yang menjawab pertanyaan ontologis apa hakikat
bahasa. Barulah setelah munculnya Saussure, paradigma linguistik itu
dikemukakan.
KOMENTAR TEORI SAUSSURE
Saussure walaupun diakui sebagai tokok linguistik
modern, pandangan-pandangannya yang merupakan paradigma linguistik modern
kurang diperhatikan. Tokoh yang dianggap sebagai revolusioner di bidang
linguistik disebut-sebut ialah Noam Chomsky (1928). Namun, pandangan seperti
ini telah mengundang keprihatinan para sarjana. Wahab (1995) menyatakan bahwa konsep-konsep
bahasa seperti “language competence, language performance, deep structure,
surface structure, dalam terminologi ”generative transformational
grammar,” telah dianggap murni temuan Chomsky. Padahal, lanjut Wahab (1995:18-19),
Chomsky hanya mempopulerkan istilah-istilah yang sudah ada sebelumnya setelah
mengkaji karya –karya Descartes (1596-1650), Juan Harte (1600), Humbolt
(1776-1835) dan Port Royal Grammar (1660). Chomsky prihatin karena para cerdik
pandai zaman itu begitu saja menerima aliran psikologi kefaalan, menganggap
mesin lebih canggih dari pada intelektual manusia di bidang bahasa, dan menganggap
benar seluruhnya kerangka Skinner mengenai hubungan rangsangan- tanggapan.
Gagasan mentalisme, terutama kompetensi linguistik, segi kreatif pemakaian
bahasa, struktur dalam dan struktur luar bahasa, diambil dari Descartes, Harte,
Humbolt dan Port Royal Grammar.
Teori Saussure tidak
diragukan telah memberi sumbangan terutama di bidang sosiolongistik walaupun
ada sarjana mutakhir mempertentangkan pendapat ini. Misalnya, dikotomi
diakronis dan sinkronis tidak selamanya terpisah. Selama itu, Pike membuktikan
bahwa bahasa bukan hanya sistem relasi (form), melainkan juga sistem satuan
(substansi). Lebih dari itu menurut Kridalaksana (1988:23-24) jasa Saussure memang tidak terletak pada segi-segi yang terinci selain melahirkan
pada dasar-dasar filosofis ilmu linguistik. Pandangan ini telah meletakkan
prinsip teori tentang bahasa dan menyediakan kerangka bagi linguistik modern.
Penyajian yang sugestif, merangsang dan tidak dogmatis membuka peluang luas
untuk mengkaji linguistik sebagai ilmu yang kaya akan wawasan. Kata
Bloomfield (1923:317-319): ”the value of the course lies in its clear and
religious demonstration of fundamental principles…. .the essential point,….. is
that de Saussure…has given us the theoretical basis for a science of human
speech.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar